Bismillah Yaa Rahman Yaa Rahim,
Ya rosul,
Aku malu…
Seandainya di suatu masa engkau hadir di rumahku
Sedang aku sibuk melebihkan waktu di luar
tak pernah duduk berlama-lama dalam I’tikaf dan tafakurku demi mengejar dunia dengan bekerja dan bekerja semata.
Lalu siapa yang akan menyambut tamu agung seperti Engkau ya rosul…?
Aku malu…
Ya rosul…
Aku malu,
Jika saja di suatu masa engkau tiba-tiba mengetuk pintu rumahku,
Sedang aku tengah berasyik masyuk bermesraan dengan televisi tanpa mendengar waktu shalatku…
Lalu wajah seperti apa ya rosul, yang mesti aku tunjukkan kepadamu?
Aku malu…
Ya rosul,
Aku malu,
Seandainya di tengah kehadiranmu itu
Ada seorang lagi hadir sedang ia adalah kekasihku yang belum juga menjadi halal bagiku
Lalu apa yang harus aku katakan padamu?
Apakah seperti ini?!
“Ya rosul dia kekasihku !”
Oh… tidak.! Seperti ini saja,
“Ya rosul ini pacarku!”
(astaghfirullah…)
Wajah pendosa apa lagi yang mesti kutunjukkan padamu?
Yaa rosul,
Aku malu,
Seandainya ditengah kehadiranmu itu engkau memutuskan untuk bermalam
Lalu tibalah waktu malam, engkau mendengar dan menyaksikan dengkurku di atas tempat tidur mewah lagi empuk dan berselambu putih nan bersih.
Tapi aku tak bangun untuk menyegerakan shalat malamku,
Apa yang harus kukatakan sebagai alasan kepadamu?
“Wahai rosul… aku lelah, bukankah engkau melihatku semalam pulang dari kantor dengan wajah kusut kelelahan, sepulangnya aku mengajakmu menonton televisi sampai larut. Namun engkau malah meninggalkanku”
Seperti itukah?
Aku malu,
Ya rosul,
Aku malu…
Tibalah waktu pagi,
Engkau membangunkanku untuk mendirikan fardhu subuh,
Seandainya engkau bertanya setelah itu,
“Dimana mushafmu?”
Apa yang harus kukatakan… ?!
sedang kalam-kalam kekasihmu sudah tak lagi hanya berkumpul menjadi satu dalam sampul hardcover bertintakan emas kuning mengkilat
namun juga berbaur dengan debu dan kotoran cicak
aku malu…
ya rosul,
aku malu…
seandainya pagi itu engkau bermaksud pamit meninggalkan rumahku…
mungkinkah aku nelangsa dalam penyesalanku?!
Mungkinkah aku mencegahmu untuk bergegas dalam langkahmu yang anggun itu?!
Mungkinkah aku memegang kakimu yang mantap melangkah?!
Mungkinkah aku menutup pintu menghalangi langkahmu?!
Mungkinkah aku menarik jubahmu untuk mengusap tangis?!
Mungkinkah aku memegang tanganmu, menariknya agar kau tetap tinggal dan memberiku sekali lagi kesempatan?
Mungkinkah aku memeluk bahumu supaya engkau iba dan memperpanjang waktu?!
Mungkinkah aku menangis tersedu di hadapanmu dan bersimpuh pilu?!
Mungkinkah aku sanggup melepas punggungmu yang berlalu dari pandangku?!
Mungkinkah aku sanggup menghapus jejakmu semalam dari lantai rumah?!
Mungkinkah aku bisa melepas ingatan tentang kehadiranmu?!
Tapi apa MUNGKIN kulakukan semua kemungkinan itu?!
Atau jangan-jangan aku takkan pernah ambil pusing dengan kehadiran juga kepergianmu yang pasti membuatmu kecewa dan bersedih hati yaa Rosul
Karena aku lebih mengharapkan Luna Maya yang sudi hadir bertandang kerumahku, lantas mengajakku jalan-jalan, makan malam, syuting bersama seperti yang ada di reality show.
Karena aku lebih berharap suara Ariel yang merdu mengucap salam di depan pintu, lalu memeberiku kejutan sekotak hadiah lantas melantunkan “Mungkin Nanti” sembari memetik dawai gitarnya yang lebih membuat hatiku berdenting dibanding mendengar sholawat yang terpanjat kepadamu, keluarga dan para shababiyah.
Karena aku lebih menginginkan kehadiran Cut Tari duduk di ruang tengahku sembari bergosip tanpa harus bersusah payah menghabiskan tagihan listrik dengan menyalakan televisi.
Atau karena aku lebih mengharapkan Aura Kasih dengan gemulai tubuhnya yang membuat mataku sejuk dalam pandangan dibanding membaca dan mentadaburi Al Qur’an yang berisi risalah Tuhanku.
Astagfirullah …
Ampuni kami Ya Rabb
Sungguh lemah hati dan iman kami umat akhir zaman,
Yaa sya’atul Uzma…
maafkan kesusahan kami dalam memaknai kata cinta yang haq
tetaplah rengkuh kami dalam barisan manusia-manusia terpilih yang berada di belakangmu di yaumil Hisab
maafkan ya rosul, maafkan…
*copas blognya leni hidayah 🙂 just share