Ujianmu Vs Ujian Para Nabi & Rasul. Siapa Lebih Berat?


 When you’re hurt by people who share the same blood as you, then just remember Yusuf (AS), who was betrayed by his own brothers.
Jika engkau dilukai oleh saudara sedarahmu, ingat bagaimana Yusuf (AS) yang pernah dikhianati oleh saudara-saudaranya sendiri. 
 
 
If you find your parents opposing you, remember Ibrahim (AS), whose father led him to the fire.
Jika orang tuamu menentangmu, ingat bagaimana ayah Ibrahim (AS) pernah melemparkannya ke dalam membaranya api.
 
 
If you’re stuck with a problem where there’s no way out, remember Yunus (AS), stuck in the belly of a whale.
Jika engkau terperangkap dalam suatu masalah yang engkau bingung mana jalan keluarnya, ingatlah bagaimana Yunus (AS) pernah terperangkap di dalam perut ikan paus. 
 
 
If you’re ill & your body cries with pain, remember Ayoob (AS) who was more ill than you.
Jika engkau sakit dan tubuhmu penuh dengan rasa sakit, ingat Ayyub (AS) yang pernah merasakan penyakit yang lebih sakit daripadamu. 
 
 
When someone slanders you, remember Ai’sha (RA) who was slandered throughout the city.
Jika ada seseorang yang memfitnahmu, ingatlah bahwa Aisyah (RA) juga pernah diberitakan dengan kabar dusta di serata kota. 
 
 
When you’re lonely, recall Aadam (AS) who was created alone.
Jika engkau merasa sendiri, ingatlah Adam (AS) dulu diciptakan juga dalam keadaan sendiri.
 
 
When you can’t see any logic around you, think of Nuh (AS) who built an ark without questioning.
Jika engkau tak menemukan alasan logis apapun atas apa yang terjadi, ingatlah bagaimana Nuh (AS) tetap membangun kapal tanpa banyak bertanya. 
 
 
If you are mocked by your own relatives then think of Prophet Muhammad (SAW).
Jika engkau diejek-ejek oleh kerabat-keluargamu sendiri, maka pikirkanlah tentang Nabi Muhammad (SAW). 
 
 
Allah (SWT) put these Prophets to trial, so that later generations may learn a lesson of patience & perseverance.
Allah (SWT) memberikan ujian bagi semua nabi dan rasul di atas sehingga generasi kita bisa memetik pelajaran tentang sabar dan keteguhan dalam berjuang. 
 
 
May Allah SWT give us perspective & understanding. Aameen.
Semoga Allah (SWT) memberikan kita pandangan hati yang tajam dan pemahaman yang mendalam. Amin.
Jika langit saja bisa lapang, mengapa dada kita tidak bisa sama lapangnya dalam menghadapi ujian. Langit itu makhluk “mati” sementara kita ini “hidup”, lengkap dengan akal! !!
sumber : dirgantaksara

Kisah Serba Salah Ayah, Anak dan Seekor Keledai


Alkisah di suatu waktu, ada seorang lelaki yang hendak menjual keledainya ke pasar. Dia mengajak anaknya semata wayang untuk berangkat bersama. Berhubung tempat tinggal mereka jauh letaknya, maka dia menyuruh anaknya untuk naik ke atas keledai tersebut, dan sang ayah berjalan di depan sambil memegang tali kekang.

Selang beberapa lama mereka berpapasan dengan tetangga mereka, seorang penebang kayu yang baru pulang dari hutan. Pria tersebut menyapa mereka dan berbincang-bincang tentang tujuan mereka. Di akhir perbincangan, dia berkata :

“Nak, harusnya kamu sadar diri. Ayahmu kan sudah tua, masa dia yang harus berjalan kaki sementara kamu duduk santai di atas keledai. Dasar anak tidak berbakti!”

Orang tersebut pun berlalu. Sang anak merasa tak enak, kemudian turun dari keledainya dan menganjurkan supaya ayah-nya saja yang duduk di atas keledai dan dia berjalan di depan sambil menuntun memegang tali kekang. Sang ayah setuju.

Beberapa jauh kemudian, mereka berpapasan dengan rombongan pengelana dan kali ini sang ayah mendapat umpatan :

“Orang tua kejam, anaknya disuruh berjalan sementara dia sendiri enak-enakan duduk di atas keledai. Dasar orang tua tidak berperasaan!”

Ayah dan anak itu pun tertegun. Setelah rombongan pengelana itu berlalu, sang ayah pun memutuskan kalau lebih baik mereka berdua naik bersama di atas keledai tersebut. Sang anak pun menurut. Lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan harapan tidak akan ada orang lain yang mencela mereka.

Setelah mendekati daerah pasar, mereka melihat seorang ibu yang sedang dalam perjalan pulang dari pasar. Dari kejauhan mereka dapat melihat kalau ibu itu memperhatikan mereka, tetapi sang ibu tidak melontarkan satu kata pun. Merasa kali ini mereka sudah membuat keputusan yang tepat, mereka terus berjalan hingga berpapasan dengan sang ibu. Tiba-tiba ibu itu dengan lantang berkata :

“Eee, kalian benar-benar manusia gak berprihewanan. Keledai sudah kecil begitu masih aja dipaksa ngangkut kalian berdua! Heran deh gue???”

Jengkel dengan komentar orang-orang, maka ayah dan anak itupun turun dari keledai, dan mereka berjalan di samping menuntun keledai. Melihat hal itu, orang-orang pun tak hentinya bekomentar lagi :

“Lihatlah, betapa bodohnya mereka. Mereka punya keledai untuk dikendarai, malah mereka hanya menuntun keledainya tidak ditunggangi. Dasar ayah dan anak sama-sama o’on!”

Akhirnya mereka berdua hanya bisa diam.

Kisah ini adalah kiasan, bukankan hal seperti itu sering terjadi dalam kehidupan kita? Memang sulit untuk memuaskan keinginan semua orang karena sering kali selalu salah dimata mereka. Yakinlah akan perbuatan dan tujuan baik yang dilakukan, jangan tergantung pada pandangan dan pendapat orang lain. Jika itu tujuan dan cara yang benar, maka lakukanlah.

Mari Berbagi



Memberi itu ekspresi cinta. Memberi itu air mata ketulusan. Memberi itu sebuah pengorbanan dan keikhlasan. Memberi itu sebuah kekayaan. Memberi itu indah, seindah sungai-sungai cantik di surga dan tenangnya hati ketika bermunajat kepada Rabb Semest Alam. Bagaimana tidak, ketika Allah menjanjikan dalam AlQuran surat Saba ayat 39 yang berbunyi ”Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baik pemberi rezeki.”

Keindahan yang hadir tidak dapat diekspresikan dengan untaian kata. Ia adalah abstrak, hadirnya di hati dan relung jiwa. Ia adalah ungkapan syukur dan gejolak cinta kepada sesama. Memberi itu ekspresi cinta. Cinta itu indah. Keindahan itu hadir karena adanya rasa saling sayang dan memberikan yang terbaik.

Lihatlah ke sekeliling. Lihatlah barangkali ada teman-temanmu yang sedang kesulitan. Dekati temanmu yang wajahnya murung. Tanyakan kepadanya apa yang membuatnya bersedih. Sebab, tak semua orang bisa langsung mengungkapkan apa yang menjadi masalahnya.

Kepekaan sosial, itulah intinya. Sejauh mana kepekaan sosialmu terhadap lingkungan sekitar. Terhadap teman-teman di sekolah, terhadap tetangga-tetangga, juga terhadap sahabat-sahabat yang selalu membantumu. Karena, semua orang tahu, tak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Tak ada manusia yang tidak membutuhkan sesamanya.

Tak ada salahnya, jika mulai dari sekarang kamu mulai mengasah kepekaan sosial. Coba tanya kabar teman-teman yang kamu temui hari ini. Berikanlah senyuman termanis. Bantulah siapapun yang membutuhkan bantuanmu. Jadilah shabat yang terbaik untuk teman kita. Dengarkan segala keluh kesah mereka. Berikan solusi yang terbaik. Jika memang tidak bisa memberikan solusi, setidaknya kamu bisa mendengarkan keluhan mereka dengan setulus hati. Cobalah ini dan hidupmu akan menjadi lebih indah. InsyaAllah..

sumber: 99 ideas for happy teens

Anemia, Si Biang Futur


Pernahkah Anda merasa menjadi orang yang paling semangat, selalu mengawali hari dengan senyuman dan sangat siap melaksanakan setumpuk kegiatan? Atau sebaliknya, setiap bangun pagi Anda merasa loyo, capek, pegal dan bahkan lupa tugas-tugas yang harus diselesaikan? Ketika suatu pagi Anda mengalami keadaan buruk ini, Anda merasa malas melakukan apapun. Kajian tidak datang, ke kampus terlambat, tilawah hanya beberapa ayat, shalat dhuha libur dulu, dan rapat organisasi absen saja. Teman-teman mengidentifikasi Anda sedang futur, sedang mengalami kemunduran ruhiyah dan penurunan spiritualitas. Lalu, Anda kebanjiran SMS motivasi dan tausiyah dari sana-sini. Anehnya, puluhan SMS dan tausiyah itu hanya sedikit atau tak membuat Anda berubah. Kaki tetap berat melangkah untuk menyambut berbagai amanah mulia itu.

Benarkah Anda sedang futur? Mungkin benar. Tetapi yang lebih penting penting adalah mengetahui penyebabnya. Tanpa tahu penyebabnya, Anda tak akan tahu cara mengatasinya.

Jangan-jangan, Anda hanya kekurangan zat besi (anemia) saja. Jika ini segera Anda sadari, sebelum teman-teman memberondong Anda dengan SMS indah dan tausiyah, Anda telah bangkit ceria dan menyapa mereka.

Mari kita hitung, manakah yang lebih banyak kita rasakan, ketika pagi tiba. Pagi adalah awal sebuah hari, biasanya kualitas hari kita akan ditentukan oleh kondisi kita di pagi hari. Jika setelah bangun tidur Anda merasakan tubuh yang segar, dan pikiran yang fresh, maka Anda akan siap mengisi hari dengan aktifitas yang penuh manfaat. Menyelesaikan semua amanah yang diemban tanpa keluhan. Selalu siap berlama-lama menjadi relawan di daerah bencana.

Kesegaran tubuh di pagi hari sangat tergantung pada kualitas tidur dan asupan nutrisi di hari sebelumnya. Tidur yang berkualitas akan membuat badan kembali segar, namun bukan berarti harus memperbanyak jam tidur. Asupan nutrisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan pun sangat menentukan kesegaran tubuh di pagi hari. Ada 5 zat gizi yang harus diterima tubuh dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Kelima zat gizi tersebut adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral Jika tubuh kekurangan kelima zat gizi yang seharusnya diterima tubuh, maka akan berdampak pada defisiensi atau kekurangan zat gizi. Bahkan bisa jadi terkena defisiensi beberapa zat gizi seperti kurang gizi (akibat kekurangan kalori dan protein) dan anemia gizi besi (kekurangan Fe atau zat besi).

Bayangkan, Anda adalah relawan Merapi yang harus mendampingi para pengungsi. Atau aktifis dakwah kampus yang sedang memimpin rapat penting, atau juga seorang panitia tabligh akbar yang sedang menjemput pembicara, tiba–tiba saja pingsan. Tubuh lemah dan tidak kuat melanjutkan amanah. Semua aktifitas itu harus dihentikan dan Anda harus bad-rest. Di-cancel-lah beberapa agenda penting. Setelah diperiksakan, Anda mengalami Anemia Gizi Besi (AGB), juga memiliki status gizi yang kurang alias kurang gizi.

Penyebab utama anemia adalah kurangnya zat besi dalam tubuh. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa dikarenakan kurang asupan makan sumber zat besi, bisa pula karena penyakit seperti malaria, infeksi penyakit karena cacing, dan gangguan patologis.

Tanda yang sangat mudah dikenali jika terkena anemia adalah 5 L : Lemah, Letih, Lesu, Loyo dan Lunglai. Seolah tubuh sangat berat untuk digerakan, berkunang-kunang, dan sulit berkonsentrasi. Hal ini sangat terasa jika berubah posisi, ketika jongkok kemudian Anda berdiri, atau ketika beranjak dari tempat tidur.

Anemia lebih banyak diderita oleh wanita karena wanita mengalami masa haid setiap bulannya. Fe pun hilang bersamaan keluarnya darah haid. Sehingga pengeluaran zat besi ini harus diimbangi dengan asupan makanan sumber Fe, dan suplemen pil besi. Selain itu asupan vitamin C harus dupenuhi karena mendukung penyerapan zat besi. Bahan makanan yang merupakan sumber Fe adalah sumber protein hewani seperti hati daging sapi, dan daging kambing. Sayuran berwarna hijau seperti bayam hijau, bayam merah, dan daun singkong.

Jujur saja kita akui bahwa para aktivis jarang yang memperhatikan makanannya. Pagi-pagi pergi tak sempat sarapan. Siang makan dengan asupan seadanya, dan malam menyantap mie instan tanpa hijauan atau daging.

Anda perlu mengevaluasi kembali kebiasaan makan selama ini karena ini sangat mempengaruhi kesehatan tubuh. Makan tidak hanya sekedar ingin makan dan tidak sekedar kenyang. Diperlukan kecerdasan untuk memilih makanan, mempertimbangkan manfaat dan dampak positifnya. Pola makan sehat dan memakan makanan sehat harus menjadi kebiasaan para aktifis dawah. Amanah yang diemban tidak hanya untuk sekarang dan esok hari, namun sampai ajal menjelang.

Bagi seorang ahkwat atau ummahat, makanan tidak hanya untuk sekedar sehat tapi juga untuk kecantikan dirinya. Kulit yang halus, mata bersinar serta otak yang cerdas dapat dimulai dari makanan. Fungsi lain yang tidak kalah penting adalah menyiapkan diri untuk menghadapi kehamilan. Bayi sehat hanya akan berasal dari rahim yang kuat dan sehat. Begitu juga dengan ASI yang berkualitas, akan mengalir dari tubuh Ibu yang memiliki status gizi normal, berperilaku sehat, penyabar dan qanaah. Semua itu hanya bisa terwujud jika Anda mempersiapkannya dari sekarang. Mulailah dari makanan sehat dan pola makan sehat. Jangan sampai kita futur, hanya gara-gara kurang Fe.

Fimadani 

Lihatlah Cobaan ku ini….


Cobaan selalu diberikan kepada siapa saja. Baik orang-orang terdahulu, manusia yang hidup di masa sekarang, maupun manusia yang hidup di masa mendatang.

 

Sering kali kita merasa bahwa masalah ini selalu menimpa kita. Ingin rasanya orang lain merasakan masalah yang kita alami. Memang hidup adalah peralihan masalah satu ke masalah lainnya. Itu lah hidup, penuh dengan masalah. Bukan hidup namanya jika tanpa masalah.

 

Sebagian kita merasa, masalah itu terlalu berat. Ya masalah memang berat. Namun bukan berarti tidak bisa kita selesaikan. Ia diciptakan untuk kita. Agar kita terus beripikir dan merenungi hakikat hidup ini. Agar kelak kita menjadi orang-orang yang bersyukur.

 

Sebagian kita menyelesaikan masalah dengan mengeluh. Padahal mengeluh bukti kita tidak bersyukur. Jika ada masalah tersenyumlah dan ucapkanlah Alhamdulillah. Bersyukurlah kita ketika masalah datang, kita mash bisa hidup, masih bisa merasakan cinta dan kasih sayang.

 

Ingatlah masalah itu tidak hanya menimpa diri kita sendiri. Orang lain pasti juga punya masalah. Orang-orang sudah meninggal dulunya pun ketika hidup punya banyak masalah. Anak-anak kita yang belum lahir saat ini pun nantinya pasti ada masalah. Jadi wajar jika kita hidup tidak bisa lepas dari masalah.

 

Saat itu lah kita diuji. Bagaimana kita menghadapi masalah. Apakah kita merasa yakin dan kuat untuk menyelesaikannya. Atau apakah kita bersegera minta pertolongan kepada Yang Maha Kuat.

 

Sahabat..

Jika kita tahu, sebenarnya, masalah orang lain itu lebih berat dari masalah-masalah kita. Jika anda yang mengalaminya, pasti anda tidak akan sanggup menyelesaikan masalah mereka. Bersyukurlah kita diberi masalah dan pasti mampu menyelesaikannya.

 

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah : 286)

 

Jadi untuk apa kita mengeluh ?

membaur tanpa melebur…


ketika kain penutup yg lebar ini menjadi pembatas antara komitmen kami terhadap kebenaran dengan kebebasan kalian dalam bertindak…
ketika rasa kepedulian kami yang tak pernah jenak dengan sesuatu yg terserak lagi sia-sia memisahkan kita dengan kebiasaan kalian berfoya-foya lagi semaunya dlm bekerja…
ketika ghiroh dan kesiapsiagaan kami yg telah biasa tersulut memisahkan kita dengan segala sesuatumu yg lamban lagi tertunda-tunda…

walana a’maluna walakum a’malukum….
ikhwah…

 

inilah kehidupan nyata, bukan lagi dunia kampus yang smuanya ada dibawah kendali kita…
ikhwah…

 

diluar sana dunia nyata menanti kita, dakwah pasca kampus yg penuh dg dinamika…
Tersikut, tersudutkan, terhempas, terkucilkan dan semua tantangan itu menanti kita…
Siapkah kita untuk menghadapinya dg tetap menjaga kebersihan hati, kepedulian terhadap skitar dan profesionalitas…???

Jadilah Bagian Dari Orang-orang Yang Terpilih


-eramuslim-

“Kamu tahu siapakah penghuni surga itu?”

“Tidak!” Jawabku.

“Lihatlah mereka yang berjalan memenuhi panggilan adzan untuk rukuk dan sujud kepada Tuhannya. Mereka mengabaikan aktivitasnya meskipun aktivitas tersebut dapat memberikan dunia yang berlimpah.”

Di usia senjanya semangat untuk menjadi muslim yang kaffah semakin kental pada dirinya. Rambut putih yang tumbuh di kepala tidak menghalangi dirinya untuk bersujud di barisan pertama disetiap waktu adzan dikumandangkan.

“Shalat berjamaah warisan nabi dan sahabat. Di dalamnya penuh dengan ruh dan kekuatan umat islam. “

Saya mendengarkan nasihatnya dengan seksama. Suaranya yang tenang dan terdengar sejuk menusuk qalbu. Sinar wajahnya sangatlah tampak sebagai akibat cucuran air wudhu yang sering membasuhi wajahnya.

“Nak, semua muslim itu Insya Allah shalat. Tapi, shalat berjamaah itu pilihan. Tidak semua orang terpanggil untuk melaksanakannya. Bahkan, ada sebagian manusia yang enggan untuk dipanggil untuk memenuhi seruan muadzin. Nasihatku untukmu jadilah bagian dari orang-orang yang terpanggil meski terkadang hatimu enggan untuk memenuhinya.”

Bergetar hati ini mendengar nasihatnya. Ada sebuah dorongan di kedua pelupuk mata ini yang memaksa untuk keluar namun aku tahan.

“Nak, tahukah kamu bahwa umar pernah mewakafkan kebunnya kepada Nabi? Kala itu Umar sedang sibuk berkebun hingga ia tertinggal shalat ashar berjamaah. Perhatikanlah, para sahabat nabii akan mengorbankan dunia untuk akhiratnya. Tapi kamu lihat juga manusia-manusia saat ini. Berapa banyak dari mereka yang mengorbankan akhirat untuk dunianya.

Banyak orang sibuk mengerjakan aktivitasnya dengan mengabaikan shalat di awal waktu. Padahal shalat berjamaah itu adalah bukti kepatuhan kita kepada Allah Azza Wajalla.”

“Terima kasih atas nasihatnya. Apa yang Bapak sampaikan sangat membekas di hati saya.”

“Jadilah bagian dari orang-orang yang terpilih itu. Karena mereka itu sedikit sekali jumlahnya.”

Setelah mengucapkan salam kami pun berpisah di persimpangan jalan.

Nasehat itu…


1. menasihati tak harus menanti sampai akhlak seperti malaikat, mendengarkan nasihat pun tak harus menanti setelah bermaksiat
2. sindiran dan bentakan tak selalu berarti benci, pujian sanjungan juga tak selamanya menyukai
3. bila menasihati harus menanti sampai diri tak miliki dosa lagi, mungkin hanya malaikat yang pantas memberi?
4. bila mendengarkan nasihat harus sampai bermaksiat, bukankah sudah terlalu telat?
5. mendengarkan nasihat itu bisa melembutkan hati, dan memberi nasihat itu adalah bagian dari keberanian dan kewajiban sebagai Muslim
6. indahnya Islam adalah bahwa penasihat tidak harus lebih baik dari yang dinasihati, justru yang lebih baik senang meminta nasihat
7. seharusnya memang yang menasihati tentu sudah harus melakukan hal yang diserunya, karena Allah benci perkataan yang tak dilakukan
8. namun yang dimaksud dalam Al-Qur’an bukan menahan perkataan karena belum melakukan, tapi lakukan dan katakan, katakan dan lakukan
9. pujian dan makian adalah nasihat yang sarat makna, yang bisa dijamah hanya oleh orang yang ikhlas hatinya
10. bahkan terkadang seorang mukmin bisa lebih banyak belajar dari seorang yang buruk perangainya, mencegahnya berbuat yang sama
11. namun bila ikhlas sudah hilang, setiap doa dan nasihat akan jadi hinaan baginya, akal tertutup rapat untuk mencerna apa saja
12. bahkan teladan di depan mata berupa kebaikan tak dapat dilihat, yang tampak hanya kesalahan dan kealpaan, karena ia memang mencarinya
13. obat tak selalu pahit, nasihat pun seharusnya diberikan semanis-manisnya, namun bila tak sanggup, yang harus niatnya manis
14. dan bila nasihat itu tak mampu merubah menjadi baik, setidaknya telah mendekatkan kebaikan, bila tidak dia pun menjadi amal baik kita 🙂

Sandal jepit istri ku


Gambar

Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin tak ketulungan.

“Ummi… Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!” Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.

“Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul? ucap
isteriku kalem.

“Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini!” Jawabku masih dengan nada tinggi.

Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.

***

Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini.

Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada.

“Ummi… Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?” ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ummi… isteri sholihah itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?”

Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. “Ah… wanita gampang sekali untuk menangis,” batinku. “Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng,” bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai.

“Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali,” ucap isteriku diselingi isak tangis. “Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda….” Ucap isteriku lagi, sementara air matanya
kulihat tetap merebak..

Hamil muda?!?!

***

Bi…, siang nanti antar Ummi ngaji ya…?” pinta isteriku.

“Aduh, Mi… Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?” ucapku.

“Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan,” jawab isteriku.

“Lho, kok bilang gitu…?” selaku.

“Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa,” ucap isteriku lagi.

“Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja,” jawabku ringan.

Pertemuan hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai.

Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal.”Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu,” aku membathin. Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah.

Dug! Hati ini menjadi luruh.

“Oh….bukankah ini sandal jepit isteriku?” tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus.

“Maafkan aku Maryam,” pinta hatiku.

“Krek…,” suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas. “Ini dia mujahidahku!” pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.

Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: “Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya.”

Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya.. Aku benar-benar merasa menjadi suami terzalim!

“Maryam…!” panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.

“Abi….!” bisiknya pelan dan girang. Sungguh, aku baru melihat isteriku segirang ini.

“Ah, kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?” sesal hatiku.

***

Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. “Alhamdulillah, jazakallahu…,”ucapnya dengan suara tulus.

Ah, Maryam, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud dan ‘iffah sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?

 

 

 

 

Istiqomah Seorang Akhwat Pasca Lulus


 

 

 

Ada pertanyaan menarik dari seorang adik. ”Mbak, apakah kalo kerja itu ada peraturan untuk mendekin jilbab? Koq saya lihat banyak akhwat-akhwat yang setelah bekerja mereka memendekkkan jilbabnya, meskipun tetap nutup dada tapi jilbabnya jadi tambah pendek, ketat dan modis, jauh dari penampilan mereka ketika di kampus dulu.”

Ada yang mau menjawab?

Tergantung dimana akhwat itu bekerja dan bagaimana pula akhwat itu tetap istiqomah di tempat kerjanya. Selama ini alhamdulillah saya ga bermasalah dengan jilbab lebar di tempat kerja. Tapi mungkin di tempat lain beda kondisinya. Tapi yang jelas, diri kita adalah pemimpin bagi diri kita, jadi pilihan ada pada diri kita sendiri.

Di tulisan-tulisan sebelumnya, ”Lulus=Futur?”, ”Luntur karena Futur” dan beberapa tulisan yang lain (lupa judulnya), coba dibuka lagi, sudah sering membahas tentang banyaknya aktifis dakwah yang futur setelah lulus. Banyak yang menjadi luntur, bukannya mewarnai tapi malah terwarnai oleh kondisi di sekitarnya.

Ketika di kampus, kita bisa merasa save karena banyak temen seperjuangan, sepemikiran. Ketika kita pulang ke rumah atau terjun ke masyarakat ketika udah lulus, saat itulah teruji keistiqomahan kita. Bagaimana kita tetap istiqomah dalam menjaga prinsip-prinsip Islam dan istiqomah tetep berada dalam jalan dakwah meskipun di lingkungan itu kita hanya punya sedikit temen atau bahkan kita menjadi satu-satunya, bismillah, jadi perintis dakwah

Beberapa waktu yang lalu saat mampir ke masjid kampus tercinta, senengnya melihat adek-adek akhwat yang berjilbab lebar meskipun mereka masih belum lama jadi mahasiswa dan belum lama juga beraktivitas di dakwah kampus mereka begitu semangat menjadi panitia penyambutan mahasiswa baru di LDK dan kajian jurusannya. Dalam hati saya berdo’a, semoga mereka bisa tetep istiqomah sampai kapanpun.

Memang seringkali dijumpai, banyak akhwat yang dulunya ketika di kampus berjilbab lebar, bergamis atau pakai rok lebar, tiba-tiba setelah lama ga ketemu setelah lulus menjadi beda penampilannya. Jilbabnya jadi semakin pendek, ada yang dililit ke belakang, ada yang model sobekan (sekarang ga hanya rok atau celana ya yang model disobek, ada model jilbab terbaru, jilbab sobekan, he..he..), ada yang pakai celana bahkan ada yang pacaran, na’udzubillah. Ada yang sudah tak lagi mau memegang amanah dengan alasan sibuk, dan bahkan tak jarang di antaranya yang tak lagi ngaji.

Ada pula yang sekenanya aja dalam bekerja, tak peduli lagi mana yang halal dan mana yang haram. Ikut terlarut dalam korupsi mulai kecl2an sampai besar2an. Ada banyak uang basah di sekitarnya, bagaimana menyikapinya? Mungkin ada yang awalnya diem aja, “Yang penting bukan aku yang korupsi”, lama kelamaan “Gpp wis, ntar dibersihkan hartanya”. Emang semudah itu? Padahal uang yang kita hasilkan dalam bekerja akan kita makan bersama keluarga kita, akan mendarah daging dalam tubuh kita, apakah kita akan membiarkan ada sesuatu yang haram masuk ke dalam tubuh kita atau keluarga kita meskipun itu sedikit?

Jadi teringat crita seorang akhwat yang habis lulus dari kuliahnya di akutansi. Memang banyak lowongan di bidang akutansi tapi cari yang bener-bener halal ternyata susah. Pernah suatu ketika saat sedang wawancara kerja, akhwat itu ditanyai, “Bersedia tidak membuat laporan manipulasi?” Kontan aja akhwat itu menjawab “Maaf pak, saya tidak bersedia, saya ingin bekerja dengan jujur” Akhwat itu bersyukur meskipun dia tidak diterima disitu.

Ada banyak crita juga banyak akhwat yang ketika nglamar bekerja di perusahaan-perusahaan, mereka disyaratkan untuk melepas jilbabnya atau memendekkan jilbabnya ada pula yang mensyaratkan harus pakai celana. Apakah demi mendapatkan pekerjaan seorang akhwat akan menurutinya?

Ada banyak pula perusahaan yang mensyaratkan pekerjanya harus siap lembur, ada pula yang memberlakukan sift malam jam 20.00 sampai 03.00 pagi, apakah akhsan seorang akhwat bekerja seperti itu? Apakah demi mendapat pekerjaan atau uang atau alasan yang lain seorang akhwat akan menyanggupinya?

Kalau lihat fenomena2 ikhwah di atas, dalam hati bertanya, kemana idealisme dan prinsip-prinsip yang mereka dengung2kan selama ini. Apakah jika status mahasiswa tidak lagi disandang, prinsip-prinsip Islam juga tak lagi ditegakkan? Koq bisa ya? Sebenarnya akar permasalahannya dimana? Dan bagaimana solusinya supaya kader yang sudah lama terbina, yang sebelumnya militan tetep jadi kader militan sepanjang masa dan tak jadi luntur setelah lulus?

Kembali pada tarbiyah. Memang, tarbiyah bukan segala-galanya tapi segala-galanya bisa berawal dari tarbiyah. Coba, ditelusuri, para ikhwah yang bermasalah tadi, yang menjadi luntur atau futur tadi, bagimana dengan tarbiyah atau pembinaan mereka, sehat atau tidak? Tarbiyah tidak sekedar transfer materi dari murobi ke mutarobi. Tarbiyah merupakan proses Tansyi’ah (Pembentukan), Ar-Riayah (Pemeliharaan), At-Tanmiyah (Pengembangan), At-Taujjh (Pengarahan) dan At-Tauzif (Pemberdayaan).

Buat adik-adikku yang masih di dakwah kampus, tetaplah istiqomah dan kumpulkan bekal sebanyak mungkin dan kuatkan ruhiyah kalian untuk menghadapi dunia pasca kampus nanti. Kuatkan tarbiyah, pererat ukhuwah. Manfaatkan ‘waktu emas’ kalian selama di kampus. Kampus ibarat ‘kawah candradimuka’ untuk membekali diri terjun di kancah dakwah yang sebenarnya ketika kalian lulus nanti.

Buat saudara-saudaraku yang telah lulus, tetaplah istiqomah dalam tarbiyah dan dakwah. Tidak ada namanya pensiun atau lulus dari dakwah. Tetaplah istiqomah menjaga prinsip-prinsip Islam yang telah kita dapatkan selama ini. Ingatlah apa yang telah kita berikan ilmunya ke binaan-binaan atau adek-adek kita dulu. Tidak ada kata terlambat.

“Hari orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

(Ash-Shaff:2-3)

Wallahu a’lam bishawab